Memberikan Ruang Ekspresi bagi Remaja
Memberikan Ruang Ekspresi bagi Remaja merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 3 Jumadil Awal 1446 H / 5 November 2024 M.
Kajian Tentang Memberikan Ruang Ekspresi bagi Remaja
Berbicara dan mendengar adalah kebutuhan manusia dalam hidupnya. Sebelumnya, sudah disampaikan bahwa mendengar merupakan sarana penting dalam meraih ilmu. Kita bisa memperoleh pengetahuan dengan menyimak dan mendengar. Dalam sejarah, banyak ulama besar yang memiliki keterbatasan penglihatan, namun mampu unggul dalam ilmu karena mereka menuntut ilmu dengan mengandalkan pendengaran. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pendengaran yang baik, manusia tetap dapat mencapai keunggulan dalam ilmu meskipun memiliki keterbatasan fisik.
Penting bagi kita untuk menumbuhkan lingkungan pendidikan yang positif, terutama di rumah. Lingkungan yang positif membantu remaja merasa nyaman mengungkapkan perasaan mereka, sehingga dapat berdiskusi dengan orang tua. Dan orang tua dapat merespons dengan baik, hal-hal yang mungkin dianggap salah atau kurang tepat pada diri mereka dapat diluruskan melalui komunikasi dua arah. Lingkungan yang hanya dipenuhi dengan perintah dan larangan, tanpa ruang untuk berdialog, sebenarnya kurang baik bagi perkembangan remaja. Di masa remaja, akal dan pemikiran mereka tengah berkembang, sehingga perlu diberikan kesempatan untuk berekspresi dan mengungkapkan apa yang mereka rasakan.
Orang tua juga perlu mendengar, agar mereka lebih memahami apa yang terjadi dalam diri anak-anak mereka. Bagi manusia pada umumnya, dan remaja khususnya, dibutuhkan ruang untuk mengekspresikan diri. Tanpa ruang tersebut, seseorang mungkin akan mencari jalan sendiri yang mungkin tidak tepat.
Ada sebuah kisah yang menggambarkan pentingnya memberi ruang kepada mereka yang ingin berubah. Dikisahkan ada seorang pria yang telah membunuh 99 orang. Ia mendatangi seorang ahli ibadah (rahib) dan berkata bahwa ia telah melakukan dosa besar dan ingin bertaubat. Ketika ahli ibadah itu mendengar pengakuannya, ia berkata, “Tidak ada peluang bagimu untuk bertaubat; dosamu sangat berat.” Pria tersebut tidak diberikan kesempatan untuk bertobat, sehingga dalam keputusasaannya, ia pun membunuh ahli ibadah itu. Maka genaplah 100 orang yang telah dibunuhnya.
Kemudian, pria ini mencari orang yang dapat membimbingnya dalam bertaubat dan bertemu dengan seorang ahli ilmu. Ia mengajukan pertanyaan yang sama, “Adakah kesempatan bagiku untuk bertaubat?” Ahli ilmu ini, dengan pengetahuannya, memahami bahwa pria ini membutuhkan ruang untuk melepaskan diri dari kesalahannya. Maka, ahli ilmu itu berkata, “Apa yang menghalangimu untuk bertaubat? Bertaubatlah.” Meski pria ini telah membunuh 100 orang, ahli ilmu tersebut tetap memberinya ruang untuk kembali ke jalan yang benar.
Pelajaran penting yang bisa kita ambil dari kisah ini adalah bahwa setiap manusia membutuhkan ruang, jangan dipersempit. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda,
يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا
“Beri kemudahan, jangan dipersulit” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lihat juga: Khutbah Jumat: Tolong-Menolong
Artinya, berikanlah ruang bagi orang lain, jangan mempersempit atau mempersulit kehidupan mereka.
Dalam konteks pendidikan, sangat penting bagi orang tua untuk memberikan ruang dan mendengarkan anak-anaknya. Terkadang, orang tua cenderung memotong pembicaraan dan mengatakan, “Diam, dengarkan, jangan banyak bicara.” Orang tua menguasai percakapan, sedangkan anak hanya diharapkan mendengar tanpa mendapat kesempatan menyampaikan perasaan atau pendapat. Padahal, ada masanya orang tua perlu berbicara, namun ada pula waktunya kita mendengarkan.
Jika orang tua berbicara terus-menerus tanpa memberi kesempatan anak untuk bicara, tujuan komunikasi yang efektif tidak akan tercapai. Anak merasa tidak dipahami, dan orang tua tidak memahami masalah yang dihadapi anak. Dengan mempersempit ruang bagi anak, kita hanya membuat mereka bingung dan merasa tidak didengar.
Ada pepatah yang mengatakan, “tidak ada asap kalau tidak ada api.” Dalam menyelesaikan masalah, tidak cukup hanya “mengibas asap”-nya saja; kita harus mencari sumber api agar masalah dapat terselesaikan. Hal ini memerlukan penelusuran yang lebih mendalam, tidak sekadar melihat dari permukaan. Begitu pula dalam menghadapi anak, terutama remaja, orang tua perlu mendengarkan dengan seksama agar dapat memahami akar masalah yang dihadapi anak. Dengan mendengarkan, orang tua dapat mendorong anak untuk jujur dan terbuka dalam mengungkapkan perasaannya.
Orang tua juga harus mampu mengendalikan diri, terutama emosinya, saat mendengarkan kejujuran anak. Salah satu alasan anak berbohong adalah karena saat ia jujur, orang tua justru marah. Kondisi seperti ini tanpa sadar membentuk kebiasaan berbohong pada anak. Anak memilih untuk tidak jujur karena merasa itu lebih “aman” daripada menghadapi kemarahan orang tua. Misalnya, ketika anak jujur bahwa ia belum shalat atau belum melakukan apa yang diperintahkan, respons marah dari orang tua sering kali membuat anak merasa enggan untuk bersikap jujur di kemudian hari. Di saat itulah ia mungkin memilih berbohong demi menghindari kemarahan orang tua.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54679-memberikan-ruang-ekspresi-bagi-remaja/